Minggu, 22 Januari 2012

Sengsara Membawa Nikmat

Sengsara Membawa Nikmat; BALASAN YANG DIHIMPUN
(Kisah Nyata Pemuda Miskin Terpaksa Kaya)
“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (QS. At Taghobun 64:7)
Lahir dikeluarga miskin memang berat alias susah, lebih susah lagi kalau mendapat warisan kemiskinan. Itulah yang dialami oleh Nurkholis muda (yang kemudian kita kenal dengan pak Nur), dengan sembilan adik yang ditinggal mati kedua orang tuanya dan setumpuk hutang yang tidak diketahui bagaimana cara melunasinya, pemuda asli Gresik yang tinggal di Surabaya utara Kec. Kenjeran ini menjalani kehidupannya, pontang-panting menjadi kakak tertua yang berjuang demi bisa melihat adiknya makan, apapun dilakoninya asalkan halal.
Waktu itu pekerjaan yang ditekuninya adalah menjadi wartawan hiburan di koran Surabaya Post, demi dapat menyetor tulisan lebih banyak ia jug menulis artikel dibeberapa koran dan majalah lain, beruntung dia dengan pekerjaan ini ia bisa bertemu dengan banyak artis seperti Rita Sugiarto, Mansur S, Idalaila, Roma Irama dan artis-artis terkenal zaman itu. Tapi jangan dianggap ia bahagia dengan profesinya karena ia adalah pemuda yang lahir dari lingkungan kental ajaran agama, baginya profesi ini cukup menyusahkan karena cukup rentan dengan maksiat.
Penghasilannya tentu tidak cukup untuk menghidupi adik-adiknya apalagi harus menangsur hutang almarhum orang tuanya. Setiap ada orang yang datang menagih hutang ia selalu menjawab, “Sabarlah pak, hutang itu akan saya bayar tapi saya tidak berani janji kapan saya bisa membayarnya.” Kicauan rutin, lagu merdu harian, dan kehidupan ini sudah jadi “sego jangan”, menu masalah yang harus dihadapi setiap hari selama 15 tahun.
Bersyukur masih ada perempuan yang mau kecemplung dikubangan susah bersamanya, iapun kemudian menikah agar masih tetap diakui sebagai umat Rosulullah. Khan Rosulullah SAW bersabda;
“Nikah itu sunnahkuh barang siapa yang tidak mau menikah maka ia bukan umatku.” Hadits ini sangat terkenal dimusim nikah, eh maaf musim punya hajat.
Hingga suatu hari, setelah sekian lama meringis dalam duka dan kemiskinan yang tidak diketahui kapan akan berakhir, tiba-tiba atasannya di Surabaya Post memanggilnya dan memberi berita gembira; siang itu (saya lupa kapan hari, tanggal, bulan dan tahunnya) bos berkata:
“Nur maukah kamu naik Haji?”
Seperti mimpi disiang hari, “apa pak” mas Nur meyakinkan,
“Naik Haji,” kata bos, “tapi jangan jawab sekarang, kamu ngomong dulu sama istrimu”
“ya pak” pak Nur segera pamit pulang, dan dengan bergegas ia menemui istrinya didapur yang sedang menggoreng tempe (karena memang tempe makanan hemat biaya dan belum punya yang lain untuk digoreng).
“dik.. saya ditawari naik Haji”, kata mas Nur dengan nada riang, tapi istrinya tidak menjawab, dan hanya melihatnya sebentar lalu membolak-balik tempe agar tidak gosong, mungkin dikira orang ngelindur (mengigau),
Malam pun tiba, selepas isya’ pulang sholat jamaah dirumah kontrakan yang amburadul, istrinya bertanya; ”mas, yang sampean sampaikan tadi siang itu bener ta?
“benar, bagaimana nurut sampean dik?” tanya mas Nur.
“baiknya istikharoh dulu, dan jangan diceritakan siapa-siapa, sebab kalau batal malu kita, dikira kita orang yang sombong, wong miskin aja mimpi naik Haji” kata istrinya.
Setelah berunding dan minta petunjuk kepada Allah, maka keluarga yang belum punya anak itupun menyatakan setuju pada bosnya, dan bosnya tepat janji sehingga mas Nur benar-benar pergi Haji.
Pagi-pagi setelah jamaah subuh ia berpamitan pada para tetangga bahwa hari itu ia akan pergi haji, semua orang terkejut dan ditengah tengah keterkejutan itu ada tetangga yang berasal dari Madura bertanya; “ke asrama haji naik apa?, tanyanya
“Gampang pak, khan banyak mobil,” jawab mas Nur, “oh ya sudah kalau gitu” kata tetangga baik hati itu. Tak lama kemudian setelah pulang dari masjid tetangga Madura itu datang lagi, “jadi naik apa ke asrama Haji” tanyanya,
“naik line WB pak, langsung turun depan asrama haji” jawab mas Nur,
“lho jangan nanti saya antar, wong naik haji kok naik line, gimana sampean ini” Madura tidak terima
Diantarlah mas Nur tokoh kita ini, dan singkat cerita tetangga itupun pamit pulang, mas Nur yang disakunya hanya ada uang sepuluh ribu baru sadar, “gimana saya ini masak Haji Cuma bawa uang Rp. 10.000,-, bagaimana nanti disana, sejurus kemudian datanglah wartawan Surabaya Post temannya mengantar amplop, dalam hatinya ia berkata gembira “mungkin ini uang”, setelah diraba ternyata tipis, “wah bukan uang, mungkin cek, tapi kalau cek kapan saya bisa menukar, sudah tidak ada waktu” dia bimbang. Ditengah kebingungannya iapun merobek amplop dengan hati-hati, “hah dolar” ternyata isinya selembar uang dolar yang nilainya sama  dengan biaya naik haji (artinya ia punya banyak uang sekarang) puluhan juta.
Singkat cerita iapun ada dipesawat bersebelahan dengan salah satu anggota dewan dari salah satu parpol berkuasa zaman ORBA, dan setelah lama berbincang entah kenapa tiba-tiba orang itu mengatakan pada mas Nur, “Nur ambillah salah satu amplop yang kau suka dari koper ini, ini hadiah dari para pejabat” kata teman baru dalam pesawat, sambil berpaling membelakangi koper agar tidak terkesan memilih (padahal meraba yang tebal juga), ia mengambil satu amplop yang setelah dibuka isinya 2 juta (ini di tahun 1990 lho), benar firman Allah;
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al Baqarah:245)
Mas Nur telah memberi pinjaman yang baik dengan membayar hutang orang tuanya, menanggung biaya hidup 9 adiknya. Dan Allah kemudian membayarnya dengan kelipatan yang banyak.
Kisah ini belum selesai, di tanah suci saat itu terjadi peristiwa runtuhnya terowongan Mina (masih saya konfirmasi kepada beliau bagaimana kisah detailnya), naluri dan pena nya sebagai seorang wartawan mulai bekerja, iapun menulis dan dikiraim berita itu ketanah air, ia banyak mendapat fee (gaji) dari tulisannya yang berharga dan tidak hanya itu kumpulan kisah tentang runtuhnya terowongan mina juga diterbitkan oleh penerbit Mizan. Dan sepulang dari tanah suci ditanah air tepatnya di daerah JL. Platuk Kec. Kenjeran ia telah dirubah setatusnya dari orang yang memberi pinjaman menjadi orang yang dibalas pinjaman. Dari orang yang kekurangan dan dililit utang menjadi orang yang mampu membayar utang dan hidup berkecukupan. Dan kini beliau menjadi Kepala Dinas Pendidikan di Surabaya. Disamping itu keahlian menulisnya terus diasah dan banyak buku yang telah terlahir dari ujung tangannya.
Allah membayar Pak Nur dengan bayaran yang dihimpun jadi satu, semua kebaikannya ditabung untuk kemudian diberikan dalam satu waktu yang tepat menurut Allah. Innallaha laa yukhliful mii’aad.
Khoiri, Mojokerto, 2012 (0321-6104517)

1 komentar:

  1. Ma'af mas. apa tulisan ini sudah di konfirmasi pada beliau. karena menurut saya ada beberapa yang kurang pas. terimakasih

    BalasHapus