MENAKAR KE–IKHLAS-AN 5
(Ikhlas Bersyarat) Membakar Pahala Kebaikan
Bapak Midi (nama Samaran), pria yang berprofesi
sebagai guru PNS di Menengah Atas di pinggiran Kabupaten Mojokerto. Diusia 30
an ia sudah aktif disalah satu organisasi Islam besar di Indonesia ini. Salah satu
jasanya adalah mendirikan lembaga pendidikan, menjadi pengurus, berikut
mengajar juga didalam sekolah itu. Waktu berselang hari berganti, sei pendiri
lembaga pendidikan ini kemudian memiliki anak permepuan yang sekolah dijurusan
kependidikan, dan karena saat ini berbeda dengan 27 tahun yang lalu, semuanya
harus melalui prosedur yang telah disepakati, maka anak perempuan tokoh kita
ini kemudian dites oleh kepala sekolah.
Merasa prosedur ini ribet dan menyulitkan anaknya,
maka datanglah laki-laki yang telah berjuang selama 27 tahun membesarkan lembaga pendidikan
tersebut kepada kepala sekolah (kepala sekolah baru yang belum tahu siapa Pak Midi,
kemudian terjadilah upaya setan menghapus kebaikan Pak Midi.
“Mohon maaf bu, saya pak Midi ayahnya bu Larita yang
kemarin memasukkan permohonan disini...” kata pak Midi.
“Oh ya bapak... sedang kami proses, ada yang bisa kami
bantu bapak?...” kata bu Kepala Sekolah.
“begini bu,... apa tidak ada dispensasi atau perlakuan
khusus untuk kader kita sendiri?..., padahal maksud saya dulu menyekolahkan
anak saya dijurusun pendidikan juga
dalam rangka supaya nantinya bisa bantu bantu di sekolah kita ini....” Lanjut P
Midi.
“prosedur ini berlaku untuk semua bapak, supaya
sekolah kita ini punya standar untuk kemampuan dan kompetensi guru...” bu
Kasek.
“oh begitu...” Pak Midi
“dan untuk kader kita sendiri ya... nanti kita
pertimbangkan lah...”
(perhatikan kelihaian syaithon di dialog berikut ini)
“ya.. tolong la bu, masak memasukkan satu saja tidak
bisa, dia anak saya bu, dan mungkin ibu belum tahu sejarah sekolah kita ini,
sekolah ini dulu didirikan oleh empat orang... waktu cari uang masih sulit dan
bangunan tidak seperti sekarang, adapun saya adalah salah satu pendiri sekolah
ini.... masak ibu tidak kenal saya?” desak Pak Midi.
Dan di perkataan Pak Midi yang terkahir ini tanpa
terasa beliau telah menghapus pahala kebaikan yang dia himpun dari
perjuangannya memperjuangkan lembaga pendidikan tersebut.
Untuk apa Pak Midi memperkenalkan diri sebagai pendiri
dan pengurus selama 27 tahun, tentunya beliau ingin supaya anaknya bisa masuk
menjadi guru, oh rupanya hanya ini yang ia harapkan sesudah 27 tahun berjuang. Kasihan
Pak Midi pahalanya telah habis dihapus dalam
5 menit.
Inilah yang kita sebut ikhlas bersyarat, saya
ikhlas... syaratnya masukkan anak saya jadi guru.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya
dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS.2:264)
Memanfaatkan status, jabatan, jasa-jasa untuk
kepentingan yang sepele. Pertanyaannya, bisakha kita tidak menjadi Pak Midi
kedua, ketiga dan seterusnya. Mohon maaf, ini bukan berarti lalu kemudian
membuat kita berfikiran buruk terhadap orang-orang yang mendirikan
lembaga-lembaga sosial, pendidikan atau yang sejenisnya, karena tentu tidak
semua orang terpeleset seperti pak Midi.
Hanya kita sering dengar pernyataan-pernyataan serupa
pak Midi, yang harus membuat kita lebih berhati-hati agar tidak menghapus
pahala kebaikan kita. Pernah dengar kan....
“ayah sudah capek membesarkan kamu, sekarang kamu sudah sukses, sementara selembar kainpun belum pernah kuterima darimu...? (seorang ayah)
“lagakmu seperti orang tidak
kenal saja, apa kamu lupa... sebelum kamu seperti sekarang, diawal-awal kerja
dulu dengan siapa kamu berangkat kerja....?” (teman yang kecewa)
“sebelum anda disini, saya
sudah jadi pengurus disini...?” (rekan seperjuangan)
“Alhamdulillah, satu tahun
terakhir ini saya sudah bisa menjaga tahajud....? (Pamer Amal)
Mari kita bandingkan...
Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa
mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang
bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang
justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan
seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau
dakwahnya, atau perkara yang lainnya.
Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika
menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika
telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja
bangun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/8).
Berkata Muhammad bin A’yun, ”Aku bersama Abdullah bin
Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya’ Ibnul
Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah
tertidur. Maka akupun –bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam
tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga
sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka
diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya
lalu sholat malam hingga terbit fajar. Dan tatkala telah terbit fajar maka
diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya
berkata “Ya Muhammad bangunlah!”, Akupun berkata: ”Sesungguhnya aku tidak tidur”.
Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat
sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara
denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya.
Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat
malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya
daripada Ibnul Mubarok” (Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 1/266).
Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: ”Ali bin
Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia
sedekahkan, dan dia berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi
memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi, yang
diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id
Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Ma’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin
Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini
dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak
diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits
muta’akhirin” (As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).
Dan dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin
Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam
pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu
memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir
miskin yang ada di Madinah”.
Berkata Ibnu ‘Aisyah: ”Ayahku berkata kepadaku: ”Saya
mendengar penduduk Madinah berkata: ”Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang
tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain” Lihat ketiga atsar tersebut
dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9.
Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan
amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala
beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari
berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau.
Ya Rabb.... adakah amalan hamabmu ini yang masih punya
nilai disisi Engkau....., Jadikan kami orang yang ikhlas ya Rabb..., amin”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto.
0321-6104517