Senin, 20 Februari 2012
Sabtu, 28 Januari 2012
Membakar Pahala Kebaikan (Ikhlas Bersyarat)
MENAKAR KE–IKHLAS-AN 5
(Ikhlas Bersyarat) Membakar Pahala Kebaikan
Bapak Midi (nama Samaran), pria yang berprofesi
sebagai guru PNS di Menengah Atas di pinggiran Kabupaten Mojokerto. Diusia 30
an ia sudah aktif disalah satu organisasi Islam besar di Indonesia ini. Salah satu
jasanya adalah mendirikan lembaga pendidikan, menjadi pengurus, berikut
mengajar juga didalam sekolah itu. Waktu berselang hari berganti, sei pendiri
lembaga pendidikan ini kemudian memiliki anak permepuan yang sekolah dijurusan
kependidikan, dan karena saat ini berbeda dengan 27 tahun yang lalu, semuanya
harus melalui prosedur yang telah disepakati, maka anak perempuan tokoh kita
ini kemudian dites oleh kepala sekolah.
Merasa prosedur ini ribet dan menyulitkan anaknya,
maka datanglah laki-laki yang telah berjuang selama 27 tahun membesarkan lembaga pendidikan
tersebut kepada kepala sekolah (kepala sekolah baru yang belum tahu siapa Pak Midi,
kemudian terjadilah upaya setan menghapus kebaikan Pak Midi.
“Mohon maaf bu, saya pak Midi ayahnya bu Larita yang
kemarin memasukkan permohonan disini...” kata pak Midi.
“Oh ya bapak... sedang kami proses, ada yang bisa kami
bantu bapak?...” kata bu Kepala Sekolah.
“begini bu,... apa tidak ada dispensasi atau perlakuan
khusus untuk kader kita sendiri?..., padahal maksud saya dulu menyekolahkan
anak saya dijurusun pendidikan juga
dalam rangka supaya nantinya bisa bantu bantu di sekolah kita ini....” Lanjut P
Midi.
“prosedur ini berlaku untuk semua bapak, supaya
sekolah kita ini punya standar untuk kemampuan dan kompetensi guru...” bu
Kasek.
“oh begitu...” Pak Midi
“dan untuk kader kita sendiri ya... nanti kita
pertimbangkan lah...”
(perhatikan kelihaian syaithon di dialog berikut ini)
“ya.. tolong la bu, masak memasukkan satu saja tidak
bisa, dia anak saya bu, dan mungkin ibu belum tahu sejarah sekolah kita ini,
sekolah ini dulu didirikan oleh empat orang... waktu cari uang masih sulit dan
bangunan tidak seperti sekarang, adapun saya adalah salah satu pendiri sekolah
ini.... masak ibu tidak kenal saya?” desak Pak Midi.
Dan di perkataan Pak Midi yang terkahir ini tanpa
terasa beliau telah menghapus pahala kebaikan yang dia himpun dari
perjuangannya memperjuangkan lembaga pendidikan tersebut.
Untuk apa Pak Midi memperkenalkan diri sebagai pendiri
dan pengurus selama 27 tahun, tentunya beliau ingin supaya anaknya bisa masuk
menjadi guru, oh rupanya hanya ini yang ia harapkan sesudah 27 tahun berjuang. Kasihan
Pak Midi pahalanya telah habis dihapus dalam
5 menit.
Inilah yang kita sebut ikhlas bersyarat, saya
ikhlas... syaratnya masukkan anak saya jadi guru.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya
dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS.2:264)
Memanfaatkan status, jabatan, jasa-jasa untuk
kepentingan yang sepele. Pertanyaannya, bisakha kita tidak menjadi Pak Midi
kedua, ketiga dan seterusnya. Mohon maaf, ini bukan berarti lalu kemudian
membuat kita berfikiran buruk terhadap orang-orang yang mendirikan
lembaga-lembaga sosial, pendidikan atau yang sejenisnya, karena tentu tidak
semua orang terpeleset seperti pak Midi.
Hanya kita sering dengar pernyataan-pernyataan serupa
pak Midi, yang harus membuat kita lebih berhati-hati agar tidak menghapus
pahala kebaikan kita. Pernah dengar kan....
“ayah sudah capek membesarkan kamu, sekarang kamu sudah sukses, sementara selembar kainpun belum pernah kuterima darimu...? (seorang ayah)
“lagakmu seperti orang tidak
kenal saja, apa kamu lupa... sebelum kamu seperti sekarang, diawal-awal kerja
dulu dengan siapa kamu berangkat kerja....?” (teman yang kecewa)
“sebelum anda disini, saya
sudah jadi pengurus disini...?” (rekan seperjuangan)
“Alhamdulillah, satu tahun
terakhir ini saya sudah bisa menjaga tahajud....? (Pamer Amal)
Mari kita bandingkan...
Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa
mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang
bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang
justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan
seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau
dakwahnya, atau perkara yang lainnya.
Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika
menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika
telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja
bangun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/8).
Berkata Muhammad bin A’yun, ”Aku bersama Abdullah bin
Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya’ Ibnul
Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah
tertidur. Maka akupun –bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam
tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga
sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka
diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya
lalu sholat malam hingga terbit fajar. Dan tatkala telah terbit fajar maka
diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya
berkata “Ya Muhammad bangunlah!”, Akupun berkata: ”Sesungguhnya aku tidak tidur”.
Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat
sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara
denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya.
Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat
malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya
daripada Ibnul Mubarok” (Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 1/266).
Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: ”Ali bin
Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia
sedekahkan, dan dia berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi
memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi, yang
diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id
Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Ma’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin
Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini
dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak
diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits
muta’akhirin” (As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).
Dan dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin
Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam
pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu
memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir
miskin yang ada di Madinah”.
Berkata Ibnu ‘Aisyah: ”Ayahku berkata kepadaku: ”Saya
mendengar penduduk Madinah berkata: ”Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang
tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain” Lihat ketiga atsar tersebut
dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9.
Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan
amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala
beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari
berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau.
Ya Rabb.... adakah amalan hamabmu ini yang masih punya
nilai disisi Engkau....., Jadikan kami orang yang ikhlas ya Rabb..., amin”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto.
0321-6104517
Kamis, 26 Januari 2012
Menakar Ke Ikhlasan I (Mengenang Ustad Abdur Rokhim Nur dan Ustad Abdullah Shomad)
MENAKAR KE–IKHLAS-AN I (Tahap Pertama dari 5 Tahap
Menuju Ikhlas)
(Mengenang Ustad Abdur Rokhim Nur dan Ustad Abdullah
Shomad)
“Semua manusia itu celaka,
kecuali orang yang berilmu, Semua orang berilmu itu celaka, Kecuali orang yang
beramal, Semua orang yang beramal itu celaka, kecuali orang yang Ikhlas” (Imam Ghozali)
“Barang Siapa yang dunia itu
menjadi niatnya niscaya Allah menjadikan kemiskinannya dihadapan kedua matanya
dan ia dipisahkan dengan sesuatu yang paling dia senangi, dan barang siapa yang
akhirat itu menjdi niatnya niscaya Allah menjadikan kekayaan dalam hatinya, Dia
menghimpun baginya barang-barang yang hilang. Dan ia dipisahkan dengan sesuatu
yang paling tidak disukai yang ada padanya (HR. Ibnu Majah)
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5)
Bapak Suwendi,pria berusia 44 tahun yang beralamat di
desa Sidorejo (Dorjo), Kec. Ngoro, Kab. Mojokerto tepatnya sebelah barat sumber
Dorjo. Didepan rumahnya ditengah tumpukan barang-barang elektronik dari radio, tape, televisi, vcd/dvd, komputer,
printer, mainan anak dan masih banyak yang liannya, terlihat sangat
bersungguh-sungguh dan menikmati profesinya sebagai tukang servis elektro.
Ditemani satu kotak kecil, berisi obeng, baut dan
shabatnya yang lain serta segelas besar teh manis buatan istrinya. Bau gosong
khas bau soderan yang dicolokkan kekomponen-komponen (saya tidak tau apa namanya).
Yang special dari laki-laki ini adalah bahwa ia tidak pernah kuliah, tidak juga
sekolah dijurusan elektronik (STM) secara formal ia lulusan SMA. Pertanyaannya bagaiman
dia bisa servis elektronik?
Penuturan beliau kepada saya, keinginannya belajar servis
elektronik berangkat dari ceramah inspiratif dari Ustad KH. Abdur Rokhim Nur,
MA. Sereng, Porong, Sidoarjo. Ketika beliau (almarkhum) menjelaskan QS. Al Mulk
Ayat 2:
“Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”
Mengenang tausiah Ustad Rokhim, Bapak Suwendi
Menirukan:
“Seorang muslim itu diuji
dengan kematian dan kehidupan (maut dan hayat), kenapa mati lebih dahulu baru
kemudian hidup, padahal nyatanya manusia itu hidup dulu kemudian mati?” Tanya ustad
Rokhim
“karena umat Islam agar bisa
ahsanu ‘amala (amal yang baik) dituntut untuk menjadi problem solver, pengurai,
pemecah dan penyelesai masalah, kalau ada radio mati, televisi mati, komputer
mati kemudian dipegang oleh seorang muslim kemudian benda-benda itu kembali
bisa digunakan, dialah orang yang ahsanu ‘amala dibidangnya...., jika
sebaliknya ada sesuatu yang baik, bisa dipakai, bermanfaat lalu disentuh oleh
seseorang kemudian jadimati atau rusak maka dia telah “amal salah”.
“maka hendaklah setiap
muslim mencari profesi dan tempat yang tepat agar dia bisa beramal sholeh....
inilah ikhlas..., yaitu mempersembahkan yang terbaik untuk Allah”
Nah... penggaalan tausiah ustad Rokhim inilah yang
kemudian membuat Suwendi muda (22 tahun yang lalu) bersemangat belajar
elektronik walaupun secara otodidak, hingga takdir mempertemukannya dengan
ustad Abdullah Shomad seorang ustad yang ahli bidang elektronik, yang
dikenalnya di Kampus FIAD Kapasan. Ustad Abdullah Shomad kemudian memberinya
satu mobil barang-barang elektronik agar bisa dijadikan latihan dirumah, dalam
waktu yang tidak lama, Suwendi berubah menjadi ahli elektronik di kampungnya. Bahkan
kini setelah sekian lama berkat hidayah Allah, dorongan tenaga batin dari
ceramah ustad Rokhim, dan sarana yang berikan oleh ustad Shomad kemampuan Pak
Suwendi bahkan jauh melampaui sarjana elektronik.
Nah...dalam kaitannya dengan ikhlas, Ustad Rokhim
adalah orang ikhlas, karena dengan nasehatnya orang bisa berubah menjadi lebih
baik dan tidak ada kompensasi apapun terhadap beliau kecuali keinginan untuk
mengajak manusia ke jalan Allah.
Katakanlah: sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS.
Al An’am: 162-163)
“Barang siapa yang
menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan
barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di
akhirat. “(QS. As Syuro 42:20)
Ustad Abdullah Shomad adalah orang yang Ikhlas, karena
pemberian terbaiknya telah mengenai sasaran yang tepat dan bermanfaat.
“Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al
Baqarah: 267)
Bapak Suwendi adalah orang yang Ikhlas karena
memepersembahkan yang terbaik untuk Allah.
“Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Mulk : 2)
Ikhlas ditahap paling awal
adalah berniat mempersembahkan yang terbaik untuk Allah, bukan hanya berbuat
semata-mata untuk Allah tapi dengan kualitas amal yang rendah.
Pemahaman kita tentang
ikhlas memang ada baiknya kita geser dorong lebih maju sebab masih banyak dari
umat Islam yang sudah merasa ikhlas dengan kebiasaannya mempersembahkan yang
biasa-biasa bahkan kadang kadang yang jelek. “wes seng ngene ae, sak mene ae penting ekhlas (sudahlah begini saja, segini
saja yang penting ikhlas), akhirnya ikhlas menjadi alamat bagi
kualitas-kualitas rendah, ingatlah qurban siapa yang diterima Allah Qobil yang
memilih yang buruk-buruk atau Habil yang memilihkan qurban paling baik?
“Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah
hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.“ (QS. Al Ma’idah:27)
Nah... jika demikian kalau
kita ingin menjadi orang yang ikhlas berusahalah menjadi yang terbaik dan
memberi yang terbaik untuk Allah.
Jika kita murid, jadilah
murid dengan prestasi baik sesuai kemampuan.
Jika kita pegawai, jadilah
pegawai yang cekatan dan menyenangkan.
Jika kita guru, jadilah
pendidik yang melahirkan murid-murid baik, bahkan kalau perlu buat pengumuman. “hai
masyarakat..., berikan kepada kami murid yang paling bebel, paling bandel, yang
bikin sebel, beri kesempatan kami merubahnya menjadi murid handal.
Motto orang ikhlas, berikan
kepada kami kreweng, krikil, batu koral, beri kesempatan kami menggenggamnya
dan lihatlah mereka akan jadi emas”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto. 0321-6104517
Tertipu Lagi (Hitam Putih)
Tertipu Lagi, (Hitam Atau Putih)
Menjengkelkan sekali melihat sopir bus yang satu ini,
sangar, gak ada senyum, ngomong pendek-pendek bernada tinggi lagi, merokok,
ngebut dan sering berhenti mendadak, sangat memenuhi sayarat untuk dibenci
orang. Tapi pikiran itu segera berubah setelah disalah satu rumah tua di Kec
Bangsal dekat jalan raya jalur Mojokerto Pasuruan seorang perempuan tua renta
tampak sulit membuka pintu rumahnya, jarak sekitar satu kilo sebelum terminal
dengan sekitar 8 penumpang yang tersisa, tiba-tiaba sopir tersebut turun
membukakan pintu tersebut dan menuntunnya masuk rumah dengan pelan, lembut dan
penuh kasih sayang.
Delapan penumpang semuanya heran melihat pemandangan
ini, tidak biasa sopir meninggalkan penumpang untuk urusan seperti itu, tetapi
luar biasa, lompatan yang begitu jauh telah dilakukannya. Pria usia sekitar
empat puluh tujuh tahun ini membuat kami dan saya khususnya tertegun berfikir.
Apakah saya yang berprasangka terlalu cepat, dia orang baik atau orang buruk,
hitam atau putih, saya yang salah sangka menganggap dia orang buruk padahal
orang baik atau bagaimana?, bagaimana menurut anda?
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Hujurot:12)
Ini kisahnya lain lagi, seorang pria berusia sekitar
45 tahun, tubuhnya bagus, kulitnya halus, bertemu di masjid sesudah dia sholat
dan berdo’a berlama-lama (maaf-maaf), tersenyum ramah dan rupanya dia seorang
bos yang memiliki usaha yang stabil dengan banyak karyawan. Teleponnya
berdering dan berbunyilah ayat-ayat yang dia pakai sebagai nada dering, tetapi
dalam penggalan kalimatnya ada kata-kata “biar aja kalau dia butuh dia akan
datang lagi, dan pasti mau, kalau mau kasi aja dua ratus (ribu) sebulan,
borongan lah kalau itu gajian per item kita rugi”. Saya masih berfikir baik
terhadap orang ini. Cara ngomongnya sangat meyakinkan. Dia juga berkisah
tentang fadlilah sedekah dan hal-hal yang berbau agama lainnya.
Belakangan saya baru negerti maksud perkataan bos itu,
ternyata dia sedang mengatur gaji seorang guru ngaji yang akan diminta mengajar
disalah satu lembaga yang ia ikut ada didalamnya, gurun ngaji ini akan diminta
mengajar dari jam tiga sampai dengan jam 9 malam, bayangkan 6 jam non stop
selama enam hari seminggu ditambah sehari untuk mengawal kegiatan siswa dihari
minggu, plus ngurusi administrasi juga disitu. Tega amat, ini tahun 2011 lho
mas/mbak, ustadz kita ini sudah berkeluarga disuruh full mengabdi dengan
kompensasi yang tidak lebih besar dari ongkos bensin kendaraan kijangnya. Dia
menggunakan logika ekonomi untuk menghargai ilmu agama. Nah... orang baik atau
orang orang apa si bos kita kita ini?
Bagaimana menurut panjenengan?
“Dan apabila kamu melihat
mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.
Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga
Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari
kebenaran)?”(QS. 63:4)
bersambung
Selasa, 24 Januari 2012
Hidup Tanpa Tujuan Hidup, Dapat apa?
Hidup Tanpa Tujuan Hidup, Dapat Apa?
Masih kelas dua SMA di tahun 1994, aktif mengaji
dimana-mana, dari ngaji dikampung, mushollah, masjid, dari kampung ke kampung
berombongan naik truk bersama teman-teman sebaya yang punya semangat yang sama,
sangat menyenangkan dan bila sekarang memori itu dibuka kembali rindu rasanya
mengulang moment-moment seperti itu. Walaupun kadang diteriaki anggota geng
yang menjamur dikala itu...”woeh sapi oei.. ngaaa’, sapi...sapi...sapi...”
teriakan-teriakan seperti itu membuat kami merasa seperti rombongan Rosulullah
bersama para sahabat, Nuh as bersama pengikutnya, atau bahkan Ibrahim as
dihadapan umatnya... lucu juga sich...belum bisa berbuat apa-apa untuk agama
sudah merasa hebat. Tapi itulah perasaan kami waktu itu.
Diiringi Qosidah khas kala itu, kota santri, jilbab
putih, perdamaian dll, begitu bergairah rasanya beragama waktu itu. Khusyuk
mendengar ceramah-ceramah Kyai-Kyai tua yang sekarang sudah meninggal semua,
diwarnai perdebatan-perdebatan seru bersama teman-teman yang sebenarnya
sama-sama tidak mengerti, beda pendapat yang mengasyikkan. Tapi itu dulu....
Dari sekian virus-virus kebaikan yang coba kami
dekati, entah berapa yang bisa menjangkitai dan mengalir dialam pikiran, akal,
jiwa dan batin kami. Wallahu a’lam, paling tidak, waktu itu kami tidak sempat
ikut-ikut kegiatan-kegiatan negatif, kami tidak kenal ganja, narkoba, miras,
bahkan rokok. Alhamdulillah. Paling-paling sebagai siswa Karate Kyokushin dan
Tapak Suci ya sekali-sekali adu jotos sedikit lah dengan mereka-mereka yang
bergaya ala barat..., gak tau ya.. kenapa jadi gregetan sama anak-anak yang
mengaku dirinya anak metal-metal itu..., tapi itu dulu...
Ada satu virus baik yang cukup kuat pengaruhnya di
benak saya, ketika seorang ustad lulusan sarjana teologi dan dakwah FIAD
Surabaya menyampaikan judul kajian “OREP SOKOR NGGLONDONG (Hidup Asal
Menggelinding)” Pak Karim kami mengenalnya.
“tahukah kalian apa ini?” kata beliau. Sambil
mengangkat pena.
“Untuk apa” lanjut Beliau.
“menulis” jawab kami.
“nah... Itu kata kita yang tahu fungsi pena, bagi yang
tidak tau fungsi pena ini bisa digunakan untuk mengorek telinga, atau mencolok
mata temannya”
“sama dengan manusia, manusia yang tidak tahu siapa
dirinya, apa tujuan hidupnya dia tidak tau untuk apa dia hidup, fungsinya
hidup. Inilah orang pengangguran
dihadapan Allah (orang kafir, dzolim, pelaku maksiat dan dosa), tidak ada
nilainya, tidak ada maknanya dan dapat apa?” tanya beliau.”
“Dan orang-orang kafir
amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka
air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An Nur:39) 56.
Adapun tujuan hidup manusia diterangkan secara
gamblang dalam Al Qur’an Surat Ad Dzariyat ayat 56:
“Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Kembali ke nasehat ustadz-ustadz, yang paling penting
diketahui dalam hidup ini adalah siapa kita ini, untuk apa kita dicipta, kemana
kita akan pergi, dapat apa kita nanti, kepada siapa kita menghadap? Oleh KH.
Imam Hambali Hasbi (Sepanjang asli Kediri) kemudian menyempurnakan pemahaman
tentang tujuan hidup dalam ceramahnya bertema
5W plus 1 H, yang kemudian diperjelas guru saya Almarhum KH. Muhajir
Shulton pengarang Al Barqi (Surabaya asli lamongan), dalam ceramahnya bertema
SIABIDIBA (Siapa, Apa, Bilamana, Dimana, Bagaimana).
Nah masa berjalan, waktu berganti dari jam ke hari,
hari ke minggu, minggu ke bulan, bulan ke tahun. Kini nasehat-nasehat itu berusia
18 tahun direntang waktu yang panjang itu banyak kejadian yang kemudian
menyebabkan perlunya kembali memunculkan pemahaman tersebut.
Tamirin (nama samaran) warga desa Kesimbukan, Kec.
Krembung, Kab Sidoarjo. Pria berusia 58 tahun dengan dua anak perempuan
semuanya telah berkeluarga dan memiliki rumah masing-masing atau ada yang itu
suaminya. Setelah sekian lama peras keringat banting tulang kini anak-anak yang
dulu membuatnya bermandi keringat berkuah peluh tidak pernah lagi melihatnya
yang berangsur menjadi tua, ya.. paling satu tahun sekali. Dan dalam keadaannya
yang seperti ini dia kemudian berkeluh kesah, setelah suah paya sekian lama
membesarkan anak-anak sekarang apa yang saya dapat?
Erwan, pekerja pabrik sepatu di daerah Ngoro Industri
tepatnya desa Wonosari, Kec. Ngoro, Kab. Mojokerto. Menikah dengan dikaruniani
satu anak, dulu waktu sebelum menikah ia pernah membeli sepeda dengan dengan
kredit setelah lunas dalam 4 tahun, kemudian sepeda itu dicuri orang pada saat
dibawa istrinya ikut kegiatan senam ibu-ibu muda di pendopo kelurahan. Setelah
tirakat (mengekang kebutuhan) selama empat tahun, kini sepeda saya hilang, apa
yang saya dapat selama empat tahun?
Fauzan, enam tahun pacaran menunggu calon istrinya
selesai kuliah pun ikut membantu biaya calon istrinya (seolah-olah) itu,
setelah kemudian lulus ternyata si wanita yang ia tunggu-tunggu dengan harapan
sepenuh hati dan cinta (palsu) yang setiap detik menyiksanya dalam rindu dan
cemburu kini dinikahkan (atau mungkin kemauannya sendiri) dengan laki-laki
lain, lalu dapat apa, apa yang telah saya dapat setelah pengorbanan saya selama
enam tahun?
P Wardi, pendiri yayasan yang bergerak dibidang
pendidikan, sekolah yang ia besarkan sejak tahun 1988, dengan susah payah,
siang malam bergelut dengan urusan administrasi, membangun gedung, urusan
sarana prasarana, menggaji guru, menjawab berbagai maslah dimasyarakat, kini
telah direbut oleh generasi yang layak disebut anaknya sendiri (anak
saudaranya) karena anak kakak laki-lakinya ada 4 yang mengajar disekolah yang
dia pimpin, ia kini hanya jadi penasehat yang jarang diajak ngomong. Setelah
semua ini, apa yang saya dapat?
Belum lagi bisa diceritakan bagaimana kisahnya orang
yang kehilangan, keluarga, harta, karir, atau apapun yang berhasil ia raih
selama ini ketika bencana menghabiskan semuanya. Dapat apa mereka?
Kita mungkin orang yang sedang berproses menuju
pertanyaan itu (dapat apa?), sekarang kita sedang menjadi remaja dengan segala
cita harap, pekerja yang mengangsur sepeda ke leasing, guru yang mengajar,
orang tua yang membesarkan anak, pria atau wanita yang menunggu kekasih, atau
siapapun dan menduduki posisi apapun, bisa jadi kita menuju ke titik ini “apa
yang kita dapat, lalu kita jawab sendiri, tak dapat apa-apa”. Karena yang kita
kumpulkan bisa lepas, yang kita gandeng bisa pergi, yang kita jaga bisa lenyap.
Karena itu mari kita bergeser sedikit meluruskan
kembali tujuan hidup kita, agar kita dapat sesuatu. Periksa iman kita,
keikhlasan kita, tujuan hidup kita. Jika tujuan hidup kita benar, tenanglah
karena kita diberi berita gembira.
1.
Diberi kehidupan yang baik
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl:97)
2.
Diberi hak kita oleh Allah
“Dan barangsiapa mengerjakan
amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan
perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan
haknya.” (QS. Thoha:112)
3.
Diberi balasan berlipat ganda
“Dan sekali-kali bukanlah
harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun;
tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah
yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga).”
(QS. Saba’:37)
4.
Diberi Kemuliaan
“Barangsiapa yang
menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang
keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Fathir:10)
5.
Diberi Keuasaan
“Dan Allah telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur:55)
6.
Diberi Karunia
Adapun orang-orang yang beriman
dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan
menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan
dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang
pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan
penolong selain dari pada Allah. (QS. An Nisa’:73)
Jadi dengan
memeriksa tujuan hidup kita, meluruskan tujuan hidup kita hanya semata-mata
untuk Allah, semua yang kita inginkan kita dapat, dapat dunia juga dapat
akhirat. Tulisan ini muncul disaat ada waktu luang saat mengajar anak-anak
kecil di sekolah swasta di Kec. Gedeg. Namun saya juga jadi kurang ngerti
kenapa saya menulis tema dengan ulasan seperti ini, pada tadi rencananya tidak
begini, tapi sudahlah... semoga tetap bermanfaat.
Khoiri, Gedeg, Mojokerto (0321-6104517)
Langganan:
Postingan (Atom)