Sabtu, 28 Januari 2012

Membakar Pahala Kebaikan (Ikhlas Bersyarat)

MENAKAR KE–IKHLAS-AN 5
(Ikhlas Bersyarat) Membakar Pahala Kebaikan
Bapak Midi (nama Samaran), pria yang berprofesi sebagai guru PNS di Menengah Atas di pinggiran Kabupaten Mojokerto. Diusia 30 an ia sudah aktif disalah satu organisasi Islam besar di Indonesia ini. Salah satu jasanya adalah mendirikan lembaga pendidikan, menjadi pengurus, berikut mengajar juga didalam sekolah itu. Waktu berselang hari berganti, sei pendiri lembaga pendidikan ini kemudian memiliki anak permepuan yang sekolah dijurusan kependidikan, dan karena saat ini berbeda dengan 27 tahun yang lalu, semuanya harus melalui prosedur yang telah disepakati, maka anak perempuan tokoh kita ini kemudian dites oleh kepala sekolah.
Merasa prosedur ini ribet dan menyulitkan anaknya, maka datanglah laki-laki yang telah berjuang  selama 27 tahun membesarkan lembaga pendidikan tersebut kepada kepala sekolah (kepala sekolah baru yang belum tahu siapa Pak Midi, kemudian terjadilah upaya setan menghapus kebaikan Pak Midi.
“Mohon maaf bu, saya pak Midi ayahnya bu Larita yang kemarin memasukkan permohonan disini...” kata pak Midi.
“Oh ya bapak... sedang kami proses, ada yang bisa kami bantu bapak?...” kata bu Kepala Sekolah.
“begini bu,... apa tidak ada dispensasi atau perlakuan khusus untuk kader kita sendiri?..., padahal maksud saya dulu menyekolahkan anak saya dijurusun pendidikan  juga dalam rangka supaya nantinya bisa bantu bantu di sekolah kita ini....” Lanjut P Midi.
“prosedur ini berlaku untuk semua bapak, supaya sekolah kita ini punya standar untuk kemampuan dan kompetensi guru...” bu Kasek.
“oh begitu...” Pak Midi
“dan untuk kader kita sendiri ya... nanti kita pertimbangkan lah...”
(perhatikan kelihaian syaithon di dialog berikut ini)
“ya.. tolong la bu, masak memasukkan satu saja tidak bisa, dia anak saya bu, dan mungkin ibu belum tahu sejarah sekolah kita ini, sekolah ini dulu didirikan oleh empat orang... waktu cari uang masih sulit dan bangunan tidak seperti sekarang, adapun saya adalah salah satu pendiri sekolah ini.... masak ibu tidak kenal saya?” desak Pak Midi.
Dan di perkataan Pak Midi yang terkahir ini tanpa terasa beliau telah menghapus pahala kebaikan yang dia himpun dari perjuangannya memperjuangkan lembaga pendidikan tersebut.
Untuk apa Pak Midi memperkenalkan diri sebagai pendiri dan pengurus selama 27 tahun, tentunya beliau ingin supaya anaknya bisa masuk menjadi guru, oh rupanya hanya ini yang ia harapkan sesudah 27 tahun berjuang. Kasihan Pak Midi pahalanya telah habis dihapus dalam  5 menit.
Inilah yang kita sebut ikhlas bersyarat, saya ikhlas... syaratnya masukkan anak saya jadi guru.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS.2:264)
Memanfaatkan status, jabatan, jasa-jasa untuk kepentingan yang sepele. Pertanyaannya, bisakha kita tidak menjadi Pak Midi kedua, ketiga dan seterusnya. Mohon maaf, ini bukan berarti lalu kemudian membuat kita berfikiran buruk terhadap orang-orang yang mendirikan lembaga-lembaga sosial, pendidikan atau yang sejenisnya, karena tentu tidak semua orang terpeleset seperti pak Midi.
Hanya kita sering dengar pernyataan-pernyataan serupa pak Midi, yang harus membuat kita lebih berhati-hati agar tidak menghapus pahala kebaikan kita. Pernah dengar kan....

“ayah sudah capek membesarkan kamu, sekarang kamu sudah sukses, sementara selembar kainpun belum pernah kuterima darimu...? (seorang ayah)
“lagakmu seperti orang tidak kenal saja, apa kamu lupa... sebelum kamu seperti sekarang, diawal-awal kerja dulu dengan siapa kamu berangkat kerja....?” (teman yang kecewa)
“sebelum anda disini, saya sudah jadi pengurus disini...?” (rekan seperjuangan)
“Alhamdulillah, satu tahun terakhir ini saya sudah bisa menjaga tahajud....? (Pamer Amal)
Mari kita bandingkan...
Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau dakwahnya, atau perkara yang lainnya.
Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja bangun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/8).

Berkata Muhammad bin A’yun, ”Aku bersama Abdullah bin Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya’ Ibnul Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah tertidur. Maka akupun –bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya lalu sholat malam hingga terbit fajar. Dan tatkala telah terbit fajar maka diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya berkata “Ya Muhammad bangunlah!”, Akupun berkata: ”Sesungguhnya aku tidak tidur”. Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya. Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya daripada Ibnul Mubarok” (Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 1/266).
Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: ”Ali bin Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia sedekahkan, dan dia berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi, yang diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Ma’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits muta’akhirin” (As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).
Dan dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir miskin yang ada di Madinah”.
Berkata Ibnu ‘Aisyah: ”Ayahku berkata kepadaku: ”Saya mendengar penduduk Madinah berkata: ”Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain” Lihat ketiga atsar tersebut dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9.
Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau.
Ya Rabb.... adakah amalan hamabmu ini yang masih punya nilai disisi Engkau....., Jadikan kami orang yang ikhlas ya Rabb..., amin”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto. 0321-6104517


Tidak ada komentar:

Posting Komentar