Sabtu, 28 Januari 2012

Membakar Pahala Kebaikan (Ikhlas Bersyarat)

MENAKAR KE–IKHLAS-AN 5
(Ikhlas Bersyarat) Membakar Pahala Kebaikan
Bapak Midi (nama Samaran), pria yang berprofesi sebagai guru PNS di Menengah Atas di pinggiran Kabupaten Mojokerto. Diusia 30 an ia sudah aktif disalah satu organisasi Islam besar di Indonesia ini. Salah satu jasanya adalah mendirikan lembaga pendidikan, menjadi pengurus, berikut mengajar juga didalam sekolah itu. Waktu berselang hari berganti, sei pendiri lembaga pendidikan ini kemudian memiliki anak permepuan yang sekolah dijurusan kependidikan, dan karena saat ini berbeda dengan 27 tahun yang lalu, semuanya harus melalui prosedur yang telah disepakati, maka anak perempuan tokoh kita ini kemudian dites oleh kepala sekolah.
Merasa prosedur ini ribet dan menyulitkan anaknya, maka datanglah laki-laki yang telah berjuang  selama 27 tahun membesarkan lembaga pendidikan tersebut kepada kepala sekolah (kepala sekolah baru yang belum tahu siapa Pak Midi, kemudian terjadilah upaya setan menghapus kebaikan Pak Midi.
“Mohon maaf bu, saya pak Midi ayahnya bu Larita yang kemarin memasukkan permohonan disini...” kata pak Midi.
“Oh ya bapak... sedang kami proses, ada yang bisa kami bantu bapak?...” kata bu Kepala Sekolah.
“begini bu,... apa tidak ada dispensasi atau perlakuan khusus untuk kader kita sendiri?..., padahal maksud saya dulu menyekolahkan anak saya dijurusun pendidikan  juga dalam rangka supaya nantinya bisa bantu bantu di sekolah kita ini....” Lanjut P Midi.
“prosedur ini berlaku untuk semua bapak, supaya sekolah kita ini punya standar untuk kemampuan dan kompetensi guru...” bu Kasek.
“oh begitu...” Pak Midi
“dan untuk kader kita sendiri ya... nanti kita pertimbangkan lah...”
(perhatikan kelihaian syaithon di dialog berikut ini)
“ya.. tolong la bu, masak memasukkan satu saja tidak bisa, dia anak saya bu, dan mungkin ibu belum tahu sejarah sekolah kita ini, sekolah ini dulu didirikan oleh empat orang... waktu cari uang masih sulit dan bangunan tidak seperti sekarang, adapun saya adalah salah satu pendiri sekolah ini.... masak ibu tidak kenal saya?” desak Pak Midi.
Dan di perkataan Pak Midi yang terkahir ini tanpa terasa beliau telah menghapus pahala kebaikan yang dia himpun dari perjuangannya memperjuangkan lembaga pendidikan tersebut.
Untuk apa Pak Midi memperkenalkan diri sebagai pendiri dan pengurus selama 27 tahun, tentunya beliau ingin supaya anaknya bisa masuk menjadi guru, oh rupanya hanya ini yang ia harapkan sesudah 27 tahun berjuang. Kasihan Pak Midi pahalanya telah habis dihapus dalam  5 menit.
Inilah yang kita sebut ikhlas bersyarat, saya ikhlas... syaratnya masukkan anak saya jadi guru.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS.2:264)
Memanfaatkan status, jabatan, jasa-jasa untuk kepentingan yang sepele. Pertanyaannya, bisakha kita tidak menjadi Pak Midi kedua, ketiga dan seterusnya. Mohon maaf, ini bukan berarti lalu kemudian membuat kita berfikiran buruk terhadap orang-orang yang mendirikan lembaga-lembaga sosial, pendidikan atau yang sejenisnya, karena tentu tidak semua orang terpeleset seperti pak Midi.
Hanya kita sering dengar pernyataan-pernyataan serupa pak Midi, yang harus membuat kita lebih berhati-hati agar tidak menghapus pahala kebaikan kita. Pernah dengar kan....

“ayah sudah capek membesarkan kamu, sekarang kamu sudah sukses, sementara selembar kainpun belum pernah kuterima darimu...? (seorang ayah)
“lagakmu seperti orang tidak kenal saja, apa kamu lupa... sebelum kamu seperti sekarang, diawal-awal kerja dulu dengan siapa kamu berangkat kerja....?” (teman yang kecewa)
“sebelum anda disini, saya sudah jadi pengurus disini...?” (rekan seperjuangan)
“Alhamdulillah, satu tahun terakhir ini saya sudah bisa menjaga tahajud....? (Pamer Amal)
Mari kita bandingkan...
Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau dakwahnya, atau perkara yang lainnya.
Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja bangun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/8).

Berkata Muhammad bin A’yun, ”Aku bersama Abdullah bin Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya’ Ibnul Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah tertidur. Maka akupun –bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya lalu sholat malam hingga terbit fajar. Dan tatkala telah terbit fajar maka diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya berkata “Ya Muhammad bangunlah!”, Akupun berkata: ”Sesungguhnya aku tidak tidur”. Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya. Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya daripada Ibnul Mubarok” (Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 1/266).
Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: ”Ali bin Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia sedekahkan, dan dia berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi, yang diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Ma’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits muta’akhirin” (As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).
Dan dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir miskin yang ada di Madinah”.
Berkata Ibnu ‘Aisyah: ”Ayahku berkata kepadaku: ”Saya mendengar penduduk Madinah berkata: ”Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain” Lihat ketiga atsar tersebut dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9.
Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau.
Ya Rabb.... adakah amalan hamabmu ini yang masih punya nilai disisi Engkau....., Jadikan kami orang yang ikhlas ya Rabb..., amin”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto. 0321-6104517


Kamis, 26 Januari 2012

Menakar Ke Ikhlasan I (Mengenang Ustad Abdur Rokhim Nur dan Ustad Abdullah Shomad)

MENAKAR KE–IKHLAS-AN I (Tahap Pertama dari 5 Tahap Menuju Ikhlas)
(Mengenang Ustad Abdur Rokhim Nur dan Ustad Abdullah Shomad)
“Semua manusia itu celaka, kecuali orang yang berilmu, Semua orang berilmu itu celaka, Kecuali orang yang beramal, Semua orang yang beramal itu celaka, kecuali orang  yang Ikhlas” (Imam Ghozali)
“Barang Siapa yang dunia itu menjadi niatnya niscaya Allah menjadikan kemiskinannya dihadapan kedua matanya dan ia dipisahkan dengan sesuatu yang paling dia senangi, dan barang siapa yang akhirat itu menjdi niatnya niscaya Allah menjadikan kekayaan dalam hatinya, Dia menghimpun baginya barang-barang yang hilang. Dan ia dipisahkan dengan sesuatu yang paling tidak disukai yang ada padanya (HR. Ibnu Majah)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5)
Bapak Suwendi,pria berusia 44 tahun yang beralamat di desa Sidorejo (Dorjo), Kec. Ngoro, Kab. Mojokerto tepatnya sebelah barat sumber Dorjo. Didepan rumahnya ditengah tumpukan barang-barang elektronik  dari radio, tape, televisi, vcd/dvd, komputer, printer, mainan anak dan masih banyak yang liannya, terlihat sangat bersungguh-sungguh dan menikmati profesinya sebagai tukang servis elektro.
Ditemani satu kotak kecil, berisi obeng, baut dan shabatnya yang lain serta segelas besar teh manis buatan istrinya. Bau gosong khas bau soderan yang dicolokkan kekomponen-komponen (saya tidak tau apa namanya). Yang special dari laki-laki ini adalah bahwa ia tidak pernah kuliah, tidak juga sekolah dijurusan elektronik (STM) secara formal ia lulusan SMA. Pertanyaannya bagaiman dia bisa servis elektronik?
Penuturan beliau kepada saya, keinginannya belajar servis elektronik berangkat dari ceramah inspiratif dari Ustad KH. Abdur Rokhim Nur, MA. Sereng, Porong, Sidoarjo. Ketika beliau (almarkhum) menjelaskan QS. Al Mulk Ayat 2:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”
Mengenang tausiah Ustad Rokhim, Bapak Suwendi Menirukan:
“Seorang muslim itu diuji dengan kematian dan kehidupan (maut dan hayat), kenapa mati lebih dahulu baru kemudian hidup, padahal nyatanya manusia itu hidup dulu kemudian mati?” Tanya ustad Rokhim
“karena umat Islam agar bisa ahsanu ‘amala (amal yang baik) dituntut untuk menjadi problem solver, pengurai, pemecah dan penyelesai masalah, kalau ada radio mati, televisi mati, komputer mati kemudian dipegang oleh seorang muslim kemudian benda-benda itu kembali bisa digunakan, dialah orang yang ahsanu ‘amala dibidangnya...., jika sebaliknya ada sesuatu yang baik, bisa dipakai, bermanfaat lalu disentuh oleh seseorang kemudian jadimati atau rusak maka dia telah “amal salah”.
“maka hendaklah setiap muslim mencari profesi dan tempat yang tepat agar dia bisa beramal sholeh.... inilah ikhlas..., yaitu mempersembahkan yang terbaik untuk Allah”
Nah... penggaalan tausiah ustad Rokhim inilah yang kemudian membuat Suwendi muda (22 tahun yang lalu) bersemangat belajar elektronik walaupun secara otodidak, hingga takdir mempertemukannya dengan ustad Abdullah Shomad seorang ustad yang ahli bidang elektronik, yang dikenalnya di Kampus FIAD Kapasan. Ustad Abdullah Shomad kemudian memberinya satu mobil barang-barang elektronik agar bisa dijadikan latihan dirumah, dalam waktu yang tidak lama, Suwendi berubah menjadi ahli elektronik di kampungnya. Bahkan kini setelah sekian lama berkat hidayah Allah, dorongan tenaga batin dari ceramah ustad Rokhim, dan sarana yang berikan oleh ustad Shomad kemampuan Pak Suwendi bahkan jauh melampaui sarjana elektronik.
Nah...dalam kaitannya dengan ikhlas, Ustad Rokhim adalah orang ikhlas, karena dengan nasehatnya orang bisa berubah menjadi lebih baik dan tidak ada kompensasi apapun terhadap beliau kecuali keinginan untuk mengajak manusia ke jalan Allah.
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS. Al An’am: 162-163)
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. “(QS. As Syuro 42:20)
Ustad Abdullah Shomad adalah orang yang Ikhlas, karena pemberian terbaiknya telah mengenai sasaran yang tepat dan bermanfaat.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Baqarah: 267)
Bapak Suwendi adalah orang yang Ikhlas karena memepersembahkan yang terbaik untuk Allah.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Mulk : 2)
Ikhlas ditahap paling awal adalah berniat mempersembahkan yang terbaik untuk Allah, bukan hanya berbuat semata-mata untuk Allah tapi dengan kualitas amal yang rendah.
Pemahaman kita tentang ikhlas memang ada baiknya kita geser dorong lebih maju sebab masih banyak dari umat Islam yang sudah merasa ikhlas dengan kebiasaannya mempersembahkan yang biasa-biasa bahkan kadang kadang yang jelek. “wes seng ngene ae, sak mene ae  penting ekhlas (sudahlah begini saja, segini saja yang penting ikhlas), akhirnya ikhlas menjadi alamat bagi kualitas-kualitas rendah, ingatlah qurban siapa yang diterima Allah Qobil yang memilih yang buruk-buruk atau Habil yang memilihkan qurban paling baik?
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.“ (QS. Al Ma’idah:27)
Nah... jika demikian kalau kita ingin menjadi orang yang ikhlas berusahalah menjadi yang terbaik dan memberi yang terbaik untuk Allah.
Jika kita murid, jadilah murid dengan prestasi baik sesuai kemampuan.
Jika kita pegawai, jadilah pegawai yang cekatan dan menyenangkan.
Jika kita guru, jadilah pendidik yang melahirkan murid-murid baik, bahkan kalau perlu buat pengumuman. “hai masyarakat..., berikan kepada kami murid yang paling bebel, paling bandel, yang bikin sebel, beri kesempatan kami merubahnya menjadi murid handal.
Motto orang ikhlas, berikan kepada kami kreweng, krikil, batu koral, beri kesempatan kami menggenggamnya dan lihatlah mereka akan jadi emas”
Bersambung... (belum diedit)
Khoiri, Gedeg Mojokerto. 0321-6104517


Tertipu Lagi (Hitam Putih)

Tertipu Lagi, (Hitam Atau Putih)
Menjengkelkan sekali melihat sopir bus yang satu ini, sangar, gak ada senyum, ngomong pendek-pendek bernada tinggi lagi, merokok, ngebut dan sering berhenti mendadak, sangat memenuhi sayarat untuk dibenci orang. Tapi pikiran itu segera berubah setelah disalah satu rumah tua di Kec Bangsal dekat jalan raya jalur Mojokerto Pasuruan seorang perempuan tua renta tampak sulit membuka pintu rumahnya, jarak sekitar satu kilo sebelum terminal dengan sekitar 8 penumpang yang tersisa, tiba-tiaba sopir tersebut turun membukakan pintu tersebut dan menuntunnya masuk rumah dengan pelan, lembut dan penuh kasih sayang.
Delapan penumpang semuanya heran melihat pemandangan ini, tidak biasa sopir meninggalkan penumpang untuk urusan seperti itu, tetapi luar biasa, lompatan yang begitu jauh telah dilakukannya. Pria usia sekitar empat puluh tujuh tahun ini membuat kami dan saya khususnya tertegun berfikir. Apakah saya yang berprasangka terlalu cepat, dia orang baik atau orang buruk, hitam atau putih, saya yang salah sangka menganggap dia orang buruk padahal orang baik atau bagaimana?, bagaimana menurut anda?
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurot:12)
Ini kisahnya lain lagi, seorang pria berusia sekitar 45 tahun, tubuhnya bagus, kulitnya halus, bertemu di masjid sesudah dia sholat dan berdo’a berlama-lama (maaf-maaf), tersenyum ramah dan rupanya dia seorang bos yang memiliki usaha yang stabil dengan banyak karyawan. Teleponnya berdering dan berbunyilah ayat-ayat yang dia pakai sebagai nada dering, tetapi dalam penggalan kalimatnya ada kata-kata “biar aja kalau dia butuh dia akan datang lagi, dan pasti mau, kalau mau kasi aja dua ratus (ribu) sebulan, borongan lah kalau itu gajian per item kita rugi”. Saya masih berfikir baik terhadap orang ini. Cara ngomongnya sangat meyakinkan. Dia juga berkisah tentang fadlilah sedekah dan hal-hal yang berbau agama lainnya.
Belakangan saya baru negerti maksud perkataan bos itu, ternyata dia sedang mengatur gaji seorang guru ngaji yang akan diminta mengajar disalah satu lembaga yang ia ikut ada didalamnya, gurun ngaji ini akan diminta mengajar dari jam tiga sampai dengan jam 9 malam, bayangkan 6 jam non stop selama enam hari seminggu ditambah sehari untuk mengawal kegiatan siswa dihari minggu, plus ngurusi administrasi juga disitu. Tega amat, ini tahun 2011 lho mas/mbak, ustadz kita ini sudah berkeluarga disuruh full mengabdi dengan kompensasi yang tidak lebih besar dari ongkos bensin kendaraan kijangnya. Dia menggunakan logika ekonomi untuk menghargai ilmu agama. Nah... orang baik atau orang orang apa si bos kita  kita ini? Bagaimana menurut panjenengan?
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?”(QS. 63:4)
bersambung

Selasa, 24 Januari 2012

Hidup Tanpa Tujuan Hidup, Dapat apa?

Hidup Tanpa Tujuan Hidup, Dapat Apa?
Masih kelas dua SMA di tahun 1994, aktif mengaji dimana-mana, dari ngaji dikampung, mushollah, masjid, dari kampung ke kampung berombongan naik truk bersama teman-teman sebaya yang punya semangat yang sama, sangat menyenangkan dan bila sekarang memori itu dibuka kembali rindu rasanya mengulang moment-moment seperti itu. Walaupun kadang diteriaki anggota geng yang menjamur dikala itu...”woeh sapi oei.. ngaaa’, sapi...sapi...sapi...” teriakan-teriakan seperti itu membuat kami merasa seperti rombongan Rosulullah bersama para sahabat, Nuh as bersama pengikutnya, atau bahkan Ibrahim as dihadapan umatnya... lucu juga sich...belum bisa berbuat apa-apa untuk agama sudah merasa hebat. Tapi itulah perasaan kami waktu itu.
Diiringi Qosidah khas kala itu, kota santri, jilbab putih, perdamaian dll, begitu bergairah rasanya beragama waktu itu. Khusyuk mendengar ceramah-ceramah Kyai-Kyai tua yang sekarang sudah meninggal semua, diwarnai perdebatan-perdebatan seru bersama teman-teman yang sebenarnya sama-sama tidak mengerti, beda pendapat yang mengasyikkan. Tapi itu dulu....
Dari sekian virus-virus kebaikan yang coba kami dekati, entah berapa yang bisa menjangkitai dan mengalir dialam pikiran, akal, jiwa dan batin kami. Wallahu a’lam, paling tidak, waktu itu kami tidak sempat ikut-ikut kegiatan-kegiatan negatif, kami tidak kenal ganja, narkoba, miras, bahkan rokok. Alhamdulillah. Paling-paling sebagai siswa Karate Kyokushin dan Tapak Suci ya sekali-sekali adu jotos sedikit lah dengan mereka-mereka yang bergaya ala barat..., gak tau ya.. kenapa jadi gregetan sama anak-anak yang mengaku dirinya anak metal-metal itu..., tapi itu dulu...
Ada satu virus baik yang cukup kuat pengaruhnya di benak saya, ketika seorang ustad lulusan sarjana teologi dan dakwah FIAD Surabaya menyampaikan judul kajian “OREP SOKOR NGGLONDONG (Hidup Asal Menggelinding)” Pak Karim kami mengenalnya.
“tahukah kalian apa ini?” kata beliau. Sambil mengangkat pena.
“Untuk apa” lanjut Beliau.
“menulis” jawab kami.
“nah... Itu kata kita yang tahu fungsi pena, bagi yang tidak tau fungsi pena ini bisa digunakan untuk mengorek telinga, atau mencolok mata temannya”
“sama dengan manusia, manusia yang tidak tahu siapa dirinya, apa tujuan hidupnya dia tidak tau untuk apa dia hidup, fungsinya hidup.  Inilah orang pengangguran dihadapan Allah (orang kafir, dzolim, pelaku maksiat dan dosa), tidak ada nilainya, tidak ada maknanya dan dapat apa?” tanya beliau.”
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An Nur:39) 56.
Adapun tujuan hidup manusia diterangkan secara gamblang dalam Al Qur’an Surat Ad Dzariyat ayat 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Kembali ke nasehat ustadz-ustadz, yang paling penting diketahui dalam hidup ini adalah siapa kita ini, untuk apa kita dicipta, kemana kita akan pergi, dapat apa kita nanti, kepada siapa kita menghadap? Oleh KH. Imam Hambali Hasbi (Sepanjang asli Kediri) kemudian menyempurnakan pemahaman tentang tujuan hidup dalam ceramahnya bertema  5W plus 1 H, yang kemudian diperjelas guru saya Almarhum KH. Muhajir Shulton pengarang Al Barqi (Surabaya asli lamongan), dalam ceramahnya bertema SIABIDIBA (Siapa, Apa, Bilamana, Dimana, Bagaimana).
Nah masa berjalan, waktu berganti dari jam ke hari, hari ke minggu, minggu ke bulan, bulan ke tahun. Kini nasehat-nasehat itu berusia 18 tahun direntang waktu yang panjang itu banyak kejadian yang kemudian menyebabkan perlunya kembali memunculkan pemahaman tersebut.
Tamirin (nama samaran) warga desa Kesimbukan, Kec. Krembung, Kab Sidoarjo. Pria berusia 58 tahun dengan dua anak perempuan semuanya telah berkeluarga dan memiliki rumah masing-masing atau ada yang itu suaminya. Setelah sekian lama peras keringat banting tulang kini anak-anak yang dulu membuatnya bermandi keringat berkuah peluh tidak pernah lagi melihatnya yang berangsur menjadi tua, ya.. paling satu tahun sekali. Dan dalam keadaannya yang seperti ini dia kemudian berkeluh kesah, setelah suah paya sekian lama membesarkan anak-anak sekarang apa yang saya dapat?
Erwan, pekerja pabrik sepatu di daerah Ngoro Industri tepatnya desa Wonosari, Kec. Ngoro, Kab. Mojokerto. Menikah dengan dikaruniani satu anak, dulu waktu sebelum menikah ia pernah membeli sepeda dengan dengan kredit setelah lunas dalam 4 tahun, kemudian sepeda itu dicuri orang pada saat dibawa istrinya ikut kegiatan senam ibu-ibu muda di pendopo kelurahan. Setelah tirakat (mengekang kebutuhan) selama empat tahun, kini sepeda saya hilang, apa yang saya dapat selama empat tahun?
Fauzan, enam tahun pacaran menunggu calon istrinya selesai kuliah pun ikut membantu biaya calon istrinya (seolah-olah) itu, setelah kemudian lulus ternyata si wanita yang ia tunggu-tunggu dengan harapan sepenuh hati dan cinta (palsu) yang setiap detik menyiksanya dalam rindu dan cemburu kini dinikahkan (atau mungkin kemauannya sendiri) dengan laki-laki lain, lalu dapat apa, apa yang telah saya dapat setelah pengorbanan saya selama enam tahun?
P Wardi, pendiri yayasan yang bergerak dibidang pendidikan, sekolah yang ia besarkan sejak tahun 1988, dengan susah payah, siang malam bergelut dengan urusan administrasi, membangun gedung, urusan sarana prasarana, menggaji guru, menjawab berbagai maslah dimasyarakat, kini telah direbut oleh generasi yang layak disebut anaknya sendiri (anak saudaranya) karena anak kakak laki-lakinya ada 4 yang mengajar disekolah yang dia pimpin, ia kini hanya jadi penasehat yang jarang diajak ngomong. Setelah semua ini, apa yang saya dapat?
Belum lagi bisa diceritakan bagaimana kisahnya orang yang kehilangan, keluarga, harta, karir, atau apapun yang berhasil ia raih selama ini ketika bencana menghabiskan semuanya. Dapat apa mereka?
Kita mungkin orang yang sedang berproses menuju pertanyaan itu (dapat apa?), sekarang kita sedang menjadi remaja dengan segala cita harap, pekerja yang mengangsur sepeda ke leasing, guru yang mengajar, orang tua yang membesarkan anak, pria atau wanita yang menunggu kekasih, atau siapapun dan menduduki posisi apapun, bisa jadi kita menuju ke titik ini “apa yang kita dapat, lalu kita jawab sendiri, tak dapat apa-apa”. Karena yang kita kumpulkan bisa lepas, yang kita gandeng bisa pergi, yang kita jaga bisa lenyap.
Karena itu mari kita bergeser sedikit meluruskan kembali tujuan hidup kita, agar kita dapat sesuatu. Periksa iman kita, keikhlasan kita, tujuan hidup kita. Jika tujuan hidup kita benar, tenanglah karena kita diberi berita gembira.
1.       Diberi kehidupan yang baik
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl:97)
2.       Diberi hak kita oleh Allah
“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thoha:112)
3.       Diberi balasan berlipat ganda
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga).” (QS. Saba’:37)

4.       Diberi Kemuliaan
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Fathir:10)
5.       Diberi Keuasaan
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”  (QS. An Nuur:55)
6.       Diberi Karunia
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah. (QS. An Nisa’:73)
Jadi  dengan memeriksa tujuan hidup kita, meluruskan tujuan hidup kita hanya semata-mata untuk Allah, semua yang kita inginkan kita dapat, dapat dunia juga dapat akhirat. Tulisan ini muncul disaat ada waktu luang saat mengajar anak-anak kecil di sekolah swasta di Kec. Gedeg. Namun saya juga jadi kurang ngerti kenapa saya menulis tema dengan ulasan seperti ini, pada tadi rencananya tidak begini, tapi sudahlah... semoga tetap bermanfaat.
Khoiri, Gedeg, Mojokerto (0321-6104517)